Awalnya ibu berusia 40 tahun itu berniat untuk menitipkan tasnya karena dia harus mengambil kopinya yang sudah jadi, tetapi karena kami berdua sama-sama orang Asia Tenggara yang bisa bercakap dalam bahasa Inggris, akhirnya kami ngobrol panjang lebar sampai boarding call. Ibu itu bernama Lorna, asli Phillipina. Dari bercakap mengenai jilbab sampai kebaya yang akan gue pakai untuk pernikahan gue nanti. Beliau takjub dengan pakaian adat jawa yang gue perlihatkan melalui sebuah foto. Dia bilang, "Pakaian adatmu indah sekali, pasti pesta pernikahanmu nanti akan berkesan seumur hidupmu". Gue tersenyum simpul. Kami mengobrol lama sampai akhirnya kami dipisahkan oleh boarding call. Beliau kembali ke negaranya, sedangkan gue kembali ke Jakarta melalui Dubai. Baiklah,
sekarang gue akan membawa loe ke sebuah perjalanan gue yang pada akhirnya gue bertemu dengan Ibu Lorna di bandara Heathrow, London.
Travel Photographer di Indonesia sudah banyak tapi mungkin aku bukan salah satunya karena merasa ngga begitu jago dalam dunia fotografi #pppfffttt. Jadi di sini aku pengen sharing beberapa cara aku dalam travel photography.
Yang harus kita pelajari pertama kali adalah, dasar-dasar teknik fotografi. Aku anggep kalian udah belajar #DITOYOR. Aku menggunakan kamera Nikon D700 dan lensa Nikkor 24-70mm f/2.8G ED N untuk traveling karena range nya pas, tapi sayangnya berat minta ampun. Badan aku kecil soalnya. Semakin kecil angka diafragma pada lensa, justru dikatakan bukaannya semakin besar. Kenapa begitu? Coba lihat gambar di bawah ini.
Sebenernya gue pengen ke Bali pas diadakannya Fun Run with UNICEF yang diadakan oleh Hotel Sheraton yang bekerja sama dengan UNICEF, tapi apa daya temen gue kuliah gue, Ayu Vramita, ngajak ke Bali seminggu setelahnya. Gue berangkat tgl 27 September pagi sampai tgl 30 September siang. Karena trip ini hadiah dari kakak, gue dikasih tempat menginap di Hotel Mercure Kuta, bersebelahan dengan Hard Rock Hotel Kuta.
Setelah mengetahui acara Sanur Village Festival 2013 via Twitter, akhirnya gue punya tujuan juga di Bali. Setidaknya tidak hanya bermain di pantai Kuta, bikin tattoo temporary, belanja oleh-oleh yang menguras harta pribadi dan lain-lain.
"Ayah... Aku maluuuu !"
Kadang-kadang, iseng mebawa keberuntungan. Ngga percaya ? Gue iseng-iseng daftar jadi relawan pendamping untuk acara Sahabat Anak. Jadi nanti gue bakal jadi pendamping atau bahkan pengajar untuk anak-anak jalanan, anak-anak terlantar bahkan yatim piatu. Gue pernah tulis di post sebelomnya kalo gue capek dengan fotografi panggung, ya inilah "pelarian gue". Menjadi relawan dalam kegiatan sosial dengan waktu yang terbatas karena gue sambil ngerjain skripsi gue dan gue terancam DO kalo ngga kelar di bulan Juli.
Saya yakin,
banyak yang ingin ke Korea Selatan setelah demam K-Pop melanda Indonesia, tapi
sayangnya saya tidak. Saya cuma gemes sama beberapa boyband K-Pop, tapi ngga
ngefans sampai segitunya karena saya lebih ngefans sama Ayam Pop dan Kepala
Ikan, bisa bikin kenyang soalnya. Selain karena belum pernah ke Seoul,
saya penasaran sama yang namanya “salju”. Kalau lihat di TV, kelihatannya ngga
dingin. Ternyata DINGIN BANGET dan wujud salju sangat mirip dengan es serut,
jadi buat kalian yang penasaran dengan salju, lihat saja es serut.
Setelah menjadi guest admin @KartuPos, banyak yang bertanya bagaimana awal mula gue jadi travel photographer. Hhhmm... Beginilah ceritanya.
Pada dasarnya dari kecil gue suka fotografi, tapi waktu itu lebih ngarah ke Human Interest dan kamera pertama gue adalah Polaroid. Karena isinya mahal, jadi ngga gue terusin. Pake kamera film, gue suka ngga sabar untuk liat hasilnya. Dari kecil pula gue suka jalan-jalan, seinget gue, pertama kali gue keluar negeri adalah ke China lalu lanjut ke Hong Kong dan berakhir di Singapore. Waktu itu kalo ngga salah kelas 4 SD jadi belom tau apa-apa. Karena bepergian itu, gue jadi tau bahwa setiap negara punya hal yang unik. Contohnya, waktu ke China adik gue beli buah Leci banyak banget, pas balik ke Indonesia dia tidak menemukan buah Leci seenak di China.
Suatu hari saya iseng-iseng menawarkan diri untuk menjadi fotografer sukarela untuk sebuah yayasan kanker anak di Jakarta bernama Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. Dan akhirnya saya dihubungin oleh salah satu pengurus bahwa saya diminta untuk memotret kegiatan dan profil beberapa anak penderita kanker untuk dipakai di website YKAKI. Karena saya merasa cukup jenuh dengan motret aksi panggung, akhirnya saya memutuskan untuk memotret kegiatan lain agar kamera tidak nganggur.
Pada tanggal 27 Januari 2013, saya ditugaskan oleh media baru di tempat saya bekerja untuk meliput sebuah acara musik di Score! Cilandak Town Square (Citos). Saya selalu tertarik dengan diskusi musik, mulai dari membahas tentang vinyl sampai proses sebuah band bergabung dengan label rekaman. Pada acara itu Denny
Sakrie, Melanie Subono dan Beben dari Sinjitos menjadi pembicara. Melanie Subono memang jarang tampil di TV, ketika ditanya apa yang membuat
Melanie Subono jarang tampil di TV, Melanie menjawab bahwa tampil di TV bukan
barometer untuk menjadi terkenal karena pada dasarnya bermain musik harus
dilakukan dengan jujur dan murni.
Pada tahun 2010, Alhamdulillah gue mendapat gelar Hajjah di depan nama gue, Tapi gue bukan yang termuda. Selama 40 hari gue berada di Arab Saudi untuk beribadah. Melakukan ibadah Tawaf dan Sa'i dilanjutkan dengan rukun dalam ibadah hajj. Gue juga fokus kepada fotografi. Mencoba untuk memotret sosok para musafir tetapi ternyata tidak mudah. Mereka lebih sensitif, maka gue menutupi kamera dengan hijab gue. Sebaliknya, penduduk Arab Saudi di Mekkah dan Madinah lebih bersahabat, mungkin mereka karena terbiasa. Banyak yang bilang, semua omongan kita akan dijabah langsung oleh Allah. Dan benar saja, saat gue bercandain temen gue saat mau Tawaf Wada kalo tersesat menjadi hal yang seru, gue tersesat beneran ! Gue terpisah dari rombongan dan berusaha keluar dari Masjidil Haram seorang diri sementara para jamaah menuju arah sebaliknya untuk melakukan ibadah solat Jumat.