• Home
  • About Me
    • Link Url
      • Example Menu 1
  • Stories
    • Memory
  • Travel
  • Contact Me

Inside Monochrome

A photo blog about travel, volunteer experiences and personal life by Nuri Arunbiarti

Cara pandang aku terhadap suatu hal terutama budaya dan tata krama, hampir berubah setelah aku tinggal sebentar d London. Yang tadinya "bodo amat" dan "suka-suka gue", berubah total menjadi individu yang secara otomatis mengikuti peraturan sederhana yang tertulis maupun tidak tertulis.

Sedikit intermezzo, bapakku sempat tinggal di sebuah kota di Inggris bernama Oxford dalam rangka belajar bahasa Inggris sebelum masuk kuliah. Meskipun beliau akhirnya drop out atas keinginan sendiri, setidaknya beliau benar-benar belajar bahasa dan behaviour orang Inggris dalam kehidupan sehari-hari.

Aku menghabiskan waktu di London selama 3 bulan lebih dikit, 9 minggu untuk summer school di SOAS, sisanya aku gunakan untuk mengelilingi kota London dan pergi ke kota lainnya. London adalah kota yang sangat multi kultural, jika kamu pergi ke pusat kota terutama ke Oxford Street dan Piccaddily Circus di akhir pekan, kamu bakal menjumpai lebih banyak orang yang berbicara dalam bahasa Spanyol, Itali dan Jerman daripada bahasa Inggris.

Selama aku tinggal di sana, apalagi waktunya pas banget setelah Brexit yang membuat David Cameron mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri United Kingdom lalu digantikan oleh Theresa May yang konan kata guruku beliau menderita penyakit diabetes yang membuat hidup beliau tidak lama lagi, tapi yang namanya usia cuma Tuhan yang tau, ye khaaaaaan?

Meskipun multi kultur, penduduk di sana hidup berdampingan dengan sangat baik dan saling menghormati meskipun menjadi kaum minoritas sempat membuatku gugup juga semenjak Tragedi 9/11 dan ISIS di mana-mana.  Aku pernah ditanya apakah aku Jihad, apakah aku makan babi, apakah aku solat 5 waktu dan hal lainnya yang berhubungan dengan agama Islam. Sebagian besar orang yang aku temui di London tahu bahwa Indonesia adalah negara yang populasinya didominasi oleh agama Islam dan mereka berpikir bahwa aku hidup dengan mematuhi peraturan agama Islam yang keras bahkan sedikit konservatif. Aku hidup selayaknya mahluk sosial di manapun aku berada, entah di Jakarta ataupun di London.

Aku masih di London saat hari raya Idul Adha dan aku punya satu teman keturunan Turki-Arab yang besar dan bekerja di London, sayangnya Idul Adha jatuh pada hari Senin dan dia tidak mendapat izin untuk melakukan solat Eid di pagi hari. Di daerah yang tidak jauh dari pusat kota banyak masjid yang cukup besar, salah satunya adalah masjid yang dibangun oleh masyarakat Turki yang ada di London, sayangnya tidak sempat aku foto karena aku melewatinya saat malam hari. 




Musisi jalanan didukung oleh pemerintah kota, bahkan mereka disediakan tempat di tempat umum seperti pasar, stasiun dalam tanah, dan di sekitar tempat wisata seperti London Eye dan Trafalgar Square. Tidak hanya dengan gitar, bas, dan drum, ada juga yang bermain harpa, saxophone dan alat musik yang mereka bikin sendiri seperti foto di bawah ini.



Tidak hanya musisi, artis jalanan seperti pelukis dan seniman gelembung sabun seperti di bawah ini juga banyak



Sebagai kota yang multi kultur, London juga mendukung kegiatan seni budaya dari berbagai negara seperti Japan Matsuri yang diadakan di Trafalgar Square, senang bisa melihat orang lain berpartisipasi dalam acara ini dan ternyata tidak sedikit orang yang datang untuk menikmati pertunjukan budaya Jepang dan juga makanannya.




Sangat disayangkan kota seperti Jakarta masih minim toleransi terhadap kaum minoritas, apalagi akhir-akhir ini ada sebuah aksi yang disebut "Aksi Damai" tapi agak memprovokasi dan tidak menunjukkan sisi positif dari penggalang aksi tersebut. Semua agama mengajarkan umatnya untuk berbuat baik, bukan sebaliknya, apalagi membenci satu sama lain. Semoga Jakarta bisa menjadi lebih baik lagi dalam toleransi beragama dan antar ras dan suku bangsa.

Wrote by Insidemonochrome
Sebelum aku berangkat ke London untuk summer school, aku ingin memanjangkan rambutku sedikit lagi karena terakhir kali aku punya rambut panjang banget (hampir menyentuh pinggang) adalah waktu SD kelas 4 (usia 9 tahun, sekarang aku berusia 28 tahun), setelah itu aku selalu memiliki potongan rambut sebahu karena rambut sebahu ngga pernah salah. Tapi karena rambutku termasuk tebal, merawatnya agak susah, butuh shampoo khusus agar ngga mudah rontok juga. Punya rambut panjang itu bikin sedikit capek, apalagi kalau ngga terbiasa pakai pengering rambut, jadi rambut harus dibiarkan tergerai agar kering oleh angin dan juga harus diikat saat beraktivitas seperti lari dan freeletics yang sedang aku tekuni. Lama-lama kepalaku terasa berat karena rambutku yang tebal dan lebat. Terkadang orang salon suka gemas sendiri lihat rambutku, bahkan aku pernah ditawari oleh sebuah salon terkenal di Bali untuk menjadi model salon mereka, sayangnya aku tolak karena potongan rambut yang akan mereka lakukan khawatir ngga sesuai dengan keinginan dan itu akan membutuhkan waktu lama untuk mengembalikkannya seperti semula.

Biaya potong rambut yang mahal di London menyurutkan keinginanku untuk memotong rambut meskipun aku yakin kota London memiliki banyak hair dresser profesional. Aku pun harus bersabar sedikit untuk memotong rambutku di Jakarta setelah perjalananku di London selesai.

 
Rambutku sebelum dipotong dan diwarnai di Gorjes

Rejeki emang ngga kemana, belum ada sebulan aku tiba di Jakarta, aku dapat kesempatan untuk potong rambut sekaligus hair coloring dari salon Gorjes yang terletak di Jalan Wolter Monginsidi, Jakarta. Kelebihan dari salon yang tidak terletak di dalam mall adalah ruangan yang luas dan memiliki beberapa ruangan yang digunakan sesuai dengan perawatan yang ada, bahkan di salon Gorjes ini juga ada musholla yang sengaja disediakan untuk pengunjung.








Mengubah warna rambut adalah salah satu keinginanku sejak dua tahun lalu. Warna rambut asliku adalah hitam kecoklatan, dan warna rambut yang ingin aku punya adalah coklat kemerahan dan... VOILA! Dalam waktu kurang dari dua jam tanpa proses bleaching, aku punya rambut baru. Pendek sebahu dan berwarna merah kecoklatan. Perawatan di salon Gorjes sama sekali ngga mengecewakan! Staffnya ramah, dan sebelum rambutku diwarnai, aku konsultasi dulu dengan staff yang handle rambutku. Salon Gorjes bekerja sama dengan Keune sebagai produk yang dipakai untuk hair coloring dan produk perawatan lainnya seperti shampoo, pelembab rambut beserta vitaminnya. Jadi kamu ngga perlu khawatir untuk mencari produk tersebut, kamu tinggal ke salon Gorjes.


Tadaaaaa! Akhirnya punya rambut pendek yang berwarna coklat kemerahan. YEAY!

Oh ya, salon Gorjes ini buka dari pagi banget. Semisal kamu ada meeting penting di pagi hari dan belum sempat mengeringkan atau bahkan ngga sempet keramas, kamu bisa dateng ke salon Gorjes. Salon Gorjes ini emang mengerti apa yang perempuan butuhkan untuk penampilan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dan yang lebih seru lagi, mereka juga menyediakan perawatan untuk anak-anak perempuan. Jadi kalau kamu punya anak, sepupu atau keponakan perempuan yang ingin memanjakan dirinya bareng temen-temen, dateng aja ke salon Gorjes cabang Wolter Monginsidi. Aku aja pengin ke sana lagi buat memanjakan diri, kamu ngga mau coba?
Wrote by Insidemonochrome
Di tulisan sebelumnya, aku bercerita tentang setengah dari Harry Potter Studio di London dan aku masih kagum sampai sekarang, karena di studio tersebut terdapat...


2016-35
Replika dari kereta di film Harry Potter...

2016-38


Lebih dalam lagi ada salah satu bagian dari adegan di film Harry Potter...

2016-40


Dan yang membuatku lebih kagum lagi adalah bagian ini...

Selain desainer kostum dan make up artis, tim kreatif dari film Harry Potter memiliki arsitek sendiri untuk mendesain gedung-gedung yang ada di film-filmnya, dari kastil sampai bangungan lainnya. Kastil dalam foto di atas adalah merupakan replika dan itu cukup besar. Di sekeliling replika kastil terdapat monitor layar sentuh yang di mana kita bisa mendapat informasi lengkap tentang detil dari replika kastil tersebut. 

Semua kru dari pembuatan film Harry Potter diapresiasi dengan cara yang Harry Potter banget di studio ini, yaitu dengan cara...
2016-41

Aku ngga bisa membayangkan bagaimana rasanya bisa terlibat dalam sebuah pembuatan film yang besar dan sukses seperti Harry Potter sehingga semua nama kru diabadikan dalam bentuk seperti itu, bisa melihat behind the scene nya saja udah bikin gregetan, gimana rasanya bisa terlibat langsung meskipun cuma sebagai supir truk properti yah?

(((SUPIR TRUK PROPERTI)))

Masih ada beberapa tulisan tentang petualanganku di London setelah program Summer School SOAS 2016 selesai, termasuk barang-barang pemberian dari orang-orang yang aku temui di London dan kota lainnya. 

Terima kasih sudah membaca :D


Wrote by Insidemonochrome
2016-25

Saat teman-teman di twitter cenderung banyak yang ngefans sama Studio Ghibli, aku ngefans banget sama yang namanya Harry Potter. Mamah J.K Rowling my loooooove! Setelah program summer school berakhir, tepatnya 2 minggu sebelum aku kembali ke Jakarta, akhirnya aku pergi ke Warner Brothers Harry Potter Studio di London! YEAH! Jarak dari akomodasi yang terletak di Willesden Green ternyata lumayan jauh, aku harus ganti kereta dua kali dan durasi yang ditempuh menuju lokasi sekitar 1,5 jam lamanya. Aku sengaja memilih jam tur pagi agar sorenya bisa istirahat. Buat penggemar berat Harry Potter, this place is freaking worth to visit!

Sebenarnya rencana untuk mengunjungi tempat ini udah aku tentukan sekitar 2 bulan sebelum berangkat, keliatan banget yah niat jalan-jalannya? :p

Bisa berada di saat sebagai penggemar Harry Potter udah kayak mimpi jadi nyata, banget. Meskipun agak nyesel ngga extend lebih lama untuk mengunjungi lokasi-lokasi shooting yang sesungguhnya, tempat ini udah cukup menjelaskan semuanya, terutama behind the scene dari semua film Harry Potter dari film pertama sampai film terakhir. Dari kostum yang ada di film...

2016-28

2016-27

2016-29

2016-26
Kostum-kostum yang ada di replika aula film Harry Potter

2016-34


Lalu teknik green screen dan penggerakan karakter dengan mesin...


NAB_0569
Replika Buckbeak


2016-37

2016-36 

NAB_0560


...dan juga desain kostum dari kepala sampai kaki.

Durasi yang dibutuhkan untuk mengelilingi semua sudut studio ini sekitar 2 hingga 3,5 jam, tergantung seberapa cepat kamu mengelilinginya (dan juga pepotoan di sana). Berhubung aku ke sana sendirian, jadi aku jalan agak cepat. Ih, jangan kasian gitu donk cuma karena aku ke sana sendirian. Aku milih ke sana sendirian karena enak ngga ada yang rese :3

Okay, lanjut! 

....ke bagian ke dua :3



Wrote by Insidemonochrome
Pasar dan museum, siapa yang ngga suka dua tempat itu? Yaaah, pasti ada sih. Tapi yang aku maksud di sini adalah bukan pasar sembarang pasar dan museum bukan sembarang museum. Jadi, menurut 


All the art in london in one day from Alex Gorosh on Vimeo.

ada 92 museum dan gallery di London, mungkin aku baru mengunjungi 10 atau 11 museum yang ada. Sedangkan pasar? Mungkin baru 3 atau 4 pasar tradisional nan unik yang ada di London. Tema pasarnya pun beragam, ada yang menjual barang antik sampai menjual berbagai macam makanan.

 Science Museum

 Natural History Museum

 Victoria & Albert (V&A) Museum

Ketiga museum di atas (Science Museum, Natural History Museum dan Victoria & Albert Museum) letaknya berdekatan, yaitu di South Kensington, dan semuanya gratis. Semua museum yang gratis di London bergantung kepada donasi dari pengunjung, jadi kalau kamu ambil peta atau melihat kotak donasi dan lagi punya rejeki lebih, ngga ada salahnya kasih donasi meskipun nominal minimum donasinya adalah 5 poundsterling (jangan dikaliin ke nilai Rupiah sekarang, nanti kalian enggan ngasih donasi). 

Untuk pasarnya sendiri aku lebih suka Camden Market karena agak hipster hipster gimanaaaaaaaaa gitu, buktinya aja ada almarhumah Amy Winehouse nangkring di sonoh :3 Selain itu buat pecinta gigs (terutama yang gratis), bisa ke Portobello Market, nah tempat gigsnya (beserta bar indoor) lebih gampang ditempuh kalau kalian dari stasiun Ladbroke Grove. Tinggal koprol 5 kali, sampe deh :3 Harga makanan dan barang yang dijual pun beragam, buat barang yang sekiranya masih bisa ditawar, keluarkanlah jiwa emak-emak kalian sampe dapet harga yang pas. Kalo ngga? Anda kurang beruntung.

 Eh ada mpok Amy Winehouse :3

Camden Market di hari biasa adalah surga dunia karena sepi :3

Gigs gratisan di Portobello Market

Kota London sendiri sebenernya lebih enak dijelajahi sendiri atau berdua biar ngga rusuh-rusuh amat kecuali tau diri, karena kalau kalian naik underground train dan rame sendiri, penumpang lain bakal terganggu. Mungkin terdengar sepele dan masa bodoh, tetapi penumpang underground train terutama di jam pulang kantor itu rada sensitif karena mereka capek dan ngantuk, belum lagi mereka balik ke rumahnya jauh, ada yang menempuh perjalanan selama sejam bahkan lebih. Sekarang empat line di London beroperasi 24 jam pas weekend: Nothern Lina (hitam), Victoria Line (biru muda), Central Line (merah) dan Jubilee Line (abu-abu). Jadi yang mau nongkrong sampe malem banget atau sampe besok subuh pas weekend, selamaaaaat! Kalian ngga akan kebingungan akan transportasi :))
Wrote by Insidemonochrome
Aku suka ngga habis pikir sama orang yang rasis, emangnya ada apa sih dengan orang yang memiliki budaya, suku, agama dan ras yang berbeda? Selama apapun orang Belanda menjajah Indonesia dulu, aku pernah pacaran ama orang Belanda tok tok alias Belanda asli. Make love, no war #lah.

Kenapa pembuka tulisan kali ini seperti itu? Baiklah, aku mau menumpahkan semua hasil cara berpikirku selama aku di sini terutama dari sisi budaya dan agama. Semenjak aku di sini, banyak yang bertanya kenapa aku ngga makan bacon dan daging babi (pork), alesannya ya karena agama padahal mah... emang iya. Udah gitu, aku pernah nyoba bacon sekali dan itu rasanya ASIN NGGA KARUAN! Intinya aku kurang suka. Nah, dari hal sesederhana ini, mulai lah aku dan teman-teman membahas soal perbedaan yang ada termasuk kenapa muslim ngga boleh makan daging babi.

Di sini aku dapet banyak temen dari berbagai negara, otomatis kami mempelajari budaya satu sama lain. Intinya sih selama mereka ngga biskin masalah pribadi sama aku, aku baik-baik aja.



 

Budaya yang aku pelajari ngga cuma tentang budaya dasar, tetapi juga bagaimana sistem pendidikan di negara kami yang kami dapat selama ini. Di blok 1 aku mengambil mata pelajaran Hubungan Internasional, suatu hari aku ditanya oleh guruku tentang masa pemerintahan pak Soeharto dan diminta pendapat tentang Jokowi dan Ahok. Beberapa murid di kelas cukup kaget dengan adanya masa pemerintahan di Indonesia seperti itu (baca: masa pak Soeharto) dan Ahok yang sekarang menjadi gubernur DKI Jakarta padahal beliau beretnis Tionghoa. 

Biasanya yang menjadi kendala mahasiswa merantau adalah makanan. Di sini ada nasi, entah itu kita masak sendiri atau makan di restoran, tapi jenis beras atau nasinya agak berbeda. In order to survive, jangan harap bisa pilih-pilih makanan. Kalo pun bisa, ya dengan cara masak atau pergi ke pasar yang banyak menjual berbagai macam makanan. Di sini banyak restoran Jepang, China dan Korea. Tapi yang namanya restoran mesti ngorbanin duit karena sekali makan di restoran bisa ngabisin 20 GBP per orang atau 35 untuk 2 orang. Kalau jajan di Camden Market, Borough Market atau Portobello Market, satu porsi makanan bisa 6-7 GBP tapi porsi makanannya besar. Perut aman laaaah.

 
Tibetian Vegetable Dumpling (6 GBP isi 6 dumpling) di Camden Market

 Rendang (7 GBP + Nasi dan sambal) dan Sate Ayam (5 GBP + nasi) di Camden Market

Ini dia yang jual rendang terenak yang pernah aku makan (y)

Menjadi orang yang suka melanglang buana adalah mempelajari hal baru dari orang-orang sekitar, ngga hanya budaya tetapi juga bahasa dan kebiasaan. Contoh lainnya? Beberapa hari yang lalu aku makan malam bersama teman dan aku berniat untuk mentraktir dia. Dia nanya sampe 3 kalu untuk memastikan aku yakin atau ngga. Setelah bayar, aku nanya apakah itu (nanya sampe 3 kali) kebiasaan dia, lalu dia bilang bahwa itu kebiasaan orang Inggris pada umumnya ketika orang lain akan membayar sesuatu untuk mereka. Lalu dia juga menjelaskan kenapa toko-toko kebanyakan pada tutup lebih awal di hari Minggu, alasannya adalah hari Minggu adalah hari yang suci dan perlu dihormati menurut ajaran agama Kristen (CMIIW).

Kalau di antara kalian ada yang bakal kuliah di UCL, SOAS dan LSE, setiap hari Kamis di depan kampus Birbeck ada Farmers Market dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore. Harganya sih sama aja, tapi setidaknya ada kesempatan buat nyoba berbagai macam makanan ;) 





Wrote by Insidemonochrome

Ngga kerasa banget udah sebulan lebih aku di sini. Meskipun jam belajarnya dari jam 10 sampai jam 4 sore, tetep aja ngga punya banyak waktu buat motret padahal di musim panas kayak gini matahari terbenamnya lebih lama. Pengin sekalian bawa kamera ke kampus dengan niat untuk motret setelah bubar kelas, udah males duluan karena kameranya berat. Jadinya foto-foto di Instagram diambil dengan kamera handphone. Ngomong-ngomong, Jakarta apa kabar? Masih macet? #Dikeplak 

Selain mendapat ilmu, aku mendapat banyak teman baru di Summer School Program dari SOAS ini. Di blok pertama, aku ambil mata pelajaran Hubungan Internasional selama 3 minggu. Murid-muridnya ada yang dari Jepang, Mesir, Kazakhstan, Prancis, Spanyol dan tentunya Indonesia. 

 
Sebelum pergantian blok berikutnya, blok pertama diakhiri dengan presentasi kelompok. Suatu hari sebagian besar murid di kelas memakai baju putih secara ngga sengaja karena cuaca dan udara di London itu sangat panas, karena hal itu kami semua janjian untuk memakai baju putih di hari presentasi dan bikin foto bersama. Beruntung aku bawa kamera Fujifilm XA-2 dan mini tripod. VOILA! Kami punya foto keluarga :D

Dua hari setelahnya, aku, Putri dan Suki (dari Taiwan) pergi ke Bath menggunakan bus yang memakan waktu perjalanan sekitar 3 jam. Oh iya, Putri juga dari Indonesia. Beruntunglah aku ketemu dia karena ada yang bisa diajak ngobrol bahasa Indonesia. Capek bray ngemeng bahasa Inggris melulu. Putri dan Suki mengajakku untuk jalan-jalan ke Bath beberapa hari sebelum presentasi blok pertama, karena penasaran Bath seperti apa jadinya berangkatlah kita dengan modal 27.50 poundsterling untuk membeli tiket pulang pergi London - Bath pulang pergi. Kami berangkat menggunakan bus pagi, sekitar jam 7.30. Tau sendiri lah aku orangnya paling ngga suka telat, apalagi segala macem di sini kebanyakan on time. Okeh sip, bangun jam 5 pagi, ngantri kamar mandi, kelar mandi langsung cabut ke stasiun kereta karena sepengetahuanku, underground train beroperasi jam 6 pagi, ternyata eh ternyata... jam 6.15 pagi stasiunnya masih tutup! Ajegile, busku berangkat jam 7.30 pagi! Okeh, muter otak... muter otak... cek Citymapper, okeh ternyata aku bisa ke terminal bus Victoria pake  bus meskipun memakan waktu sekitar 40 menit. Untung pemberhentian busnya ngga jauh dari underground train station Willesden Green. Sambil menahan dingin, akhirnya bus yang diharapkan datang juga meskipun harus nunggu 10 menit, yang mana aku cuma punya waktu sekitar 35 menit untuk tiba di Victoria Couch Station. Sebagai orang yang paling ngga suka telat, jantung udah deg-degan parah kayak abis high knees 90 kali. Eh maap, sayah orangnya freeletics banget, maap maap.  Okay, lanjut. Setelah melewati sekian belas bus stop akhirnya tiba di bus stop dekat Bond Street Underground Station untuk ganti bus, udah nunggu 5 menit eh ada orang lewat ngasih tau kalo bus ngga akan lewat karena ada penutupan jalan. 

Ya Tuhan...

Cobaan macam apa ini?! :"((

Okeh, ngga pake basa-basi akhirnya aku lari sekenceng mungkin ke Bond Street Underground Station dan untungnya udah buka, pas aku lewat sana masih ditutup dan udah banyak orang yang nunggu. Waktu terus berjalan, mencoba untuk ngga melihat jam dan tetep bertekad ngejar kereta biar ngga telat ketemu sama Putri dan Suki. Apa yang kalian rasakan ketika kamu tinggal menginjak satu anak tangga lagi, kereta yang udah nangkring di depan kamu menutup pintunya dan akan berangkat sesuai jadwal? Kesel? Sakit hati? Mau nangis? Okeh itu lebay. Setelah hampir bersumpah serapah karena nyaris ketinggalan kereta, ada orang baik hati yang mau membuka lagi pintu keretanya biar aku bisa masuk. GOD BLESS YOU SIR! Mungkin karena dia kasian ngeliat aku ngos-ngosan lari dari satu peron ke peron lain kali yah? Hhhhmmm....

Mencoba untuk ngga liat jam lagi. Akhirnya sampe di Victoria Underground Station. Tanya orang lokasi Victoria Couch Station... ternyata mesti jalan 7 menit. Lari lagi biar nyampe sana dalam waktu 2-3 menit. Putri udah telpon berkali-kali karena bentar lagi jam 7.30, meskipun kami bisa naik bus di jam berikutnya, kami ngga mau waktu yang kami punya di Bath nanti jadi berkurang. TOUCHDOWN! Akhirnya aku ketemu Putri dan aku tiba 3 menit sebelum waktu keberangkatan. Ternyata latihan lari bareng Thursday Night Run nya IndoRunners ada manfaatnya juga. Ambil napas di ruang tunggu sambil ngobrol, ngga lama kemudian ada pemberitahuan bahwa...

BUS YANG AKAN KAMI TUMPANGI DELAY 45 MENIT :"))

*lalu tepar*

But in the end... Bath is worth to visit :D

 

Banyak yang bilang kalau aku bakal lebih banyak main daripada belajarnya, bagaimanapun juga aku mencoba untuk membuat kehidupan di kampus dan kehidupan sosial seimbang. Misalkan, setelah bubar kelas aku jalan-jalan ke museum terdekat atau iseng jalan ke daerah London Bridge. Atau membuat jadwal untuk bersosialisasi, misalkan ke bar sama temen-temen setiap hari Rabu dan jalan-jalan sama Putri setiap hari Sabtu. Karena London adalah kota yang sibuk, aku jadi lebih terjadwal dalam mengatur waktu. Di sini aku kemana-mana naik bus dan kereta underground maupun overground, kadang-kadang lancar, kadang-kadang ngga, kadang-kadang keretanya sepi, kadang-kadang keretanya rame banget. Meskipun aku di sini cuma 3 bulan, jauh dari orang tua membuat aku jadi lebih fokus dalam menjaga dan mengatur diri sendiri. Intinya sih asalkan bisa ngemeng dan ngerti bahasa Inggris, aman jayaaaaaaa. 

Keluar dari zona nyaman memang tidaklah mudah, apalagi kalau perlu meluangkan waktu dan mengeluarkan uang banyak. Tetapi jika memang pengin keluar dari zona nyaman karena ingin mengalami dan menjalani hal yang berbeda demi perkembangan diri di kehidupan yang lebih baik, ngga ada salahnya di jalanin meskipun prosesnya ngga sebentar. Di mana ada niat, pasti ada yang bantu kamu untuk keluar dari zona nyaman yang menghambat kamu untuk mengalami hal-hal baru yang sudah lama menantimu.


Wrote by Insidemonochrome
Setelah aku bertekad untuk mengambil Summer School di SOAS (School of Oriental and African Studies) di London, banyak yang bertanya kenapa aku ngga ambil S2 sekalian entah itu lewat jalur pribadi (bayar sendiri *horang kayaaaaah*) atau ambil beasiswa, inilah jawabanku:

Mungkin alasan pertama tedengar klise tapi aku belum pengin ninggalin bapak lama-lama, dan yang kedua karena keterbatasan biaya untuk mengambil jalur pribadi. Beasiswa? Naaaaah, IPK ku ngga cukup untuk memenuhi salah satu persyaratan S2. Setauku, persyaratan untuk daftar beasiswa kuliah di luar negeri adalah IPK minimal 3.0, sedangkan IPK ku... 2.78. Aku mengambil kuliah jurusan Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran, Bandung. Waktu belajar yang aku tempuh dari aku masuk kuliah hingga mendapat gelar sarjana adalah 7 tahun. Yak, 7 tahun. Kamu ngga salah baca. Betah? Sempet merasa betah, tapi faktor utamanya adalah dosen pembimbing utama yang sulit ditemui karena saat itu beliau sedang menyelesaikan studi S3 nya di Malaysia sehingga membuat aku dan mahasiswa lainnya sulit bertemu dengan beliau. Aku mengangkat isu HAM di Afghanistan pada masa pemerintahan Taliban, di mana saat itu wanita mengalami krisis HAM, dari kekerasan rumah tangga dan mereka ngga mendapat perlindungan dari pemerintah maupun organisasi independen sampai keterbatasan mereka untuk mengenyam pendidikan hingga universitas karena para wanita di Afghanistan patutnya menjadi ibu rumah tangga dan melakukan segala kewajibannya, termasuk patuh terhadap suami, apabila mereka membantah, mereka akan mendapat kekerasan fisik dari sang suami. NGERI, KAKAK. NGERI! #ehmaap.

Dan kenapa SOAS London? Hhhmm... pertama, aku ngga bisa daftar summer school di Oxford University karena mereka mencantumkan skor minim IELTS untuk summer schoolnya saja, yang mana skor minimalnya adalah 6.5 dan skor minimal 6.0 di reading, sedangkan skor yang aku dapat adalah 6.0 dan skor readingku adalah... 5.0. DIKIT LAGI BRAAAAY! #ehmaapmaap #emosi. Dan juga bahasa Inggris adalah bahasa asing yang paling aku kuasai setelah bahasa Jawa, Sunda dan Irish #yeahright #DikeplakBerjamaah.

Apa saja mata kuliah yang aku ambil? Yang pertama adalah Hubungan Internasional, karena aku lulusan Hubungan Internasional. Yang kedua adalah Global Business, karena berkaitan dengan mata kuliah pertama dan biar aku ngga bego-bego amat apalagi dengan adanya #Brexit ini. Dan yang ketiga adalah English Reading, untuk meningkatkan skor IELTS di bagian reading. Suka baca novel dalam bahasa Inggris bukan berarti bakal mahir dan jago di reading dalam IELTS karena kita ngga akan disuruh menjawab pertanyaan setelah membaca novelnya apalagi dalam waktu terbatas. 

Setiap mata kuliah berdurasi 18 jam setiap minggu dan ditempuh dalam waktu 3 minggu, karena aku ambil 3 mata kuliah maka aku akan belajar selama 9 minggu tapi aku bakal di London selama 12 minggu. Udah di London tapi ngga jalan-jalan? RUGI! Nah, berikut adalah tahap-tahap untuk daftar Summer School di SOAS London:

1. Daftar lewat tautan https://www.soas.ac.uk/summerschool/subjects, dalam formulir yang ada kamu bakal diminta untuk mengisi data lengkap serta mata kuliah yang pengin kamu ambil.

2. Setelah daftar, pihak kampus akan konfirmasi ketersediaan quota siswa lewat e-mail.

3. Setelah informasi yang dibutuhkan sudah kamu dapat, pastikan passport kamu masih berlaku lebih dari 6 bulan atau setidaknya masih berlaku sampai setahun kedepan.

4. Untuk mendapatkan bukti pendaftaran summer school, kamu harus melunasi pembayaran terlebih dahulu karena bukti pendaftaran tersebut akan digunakan sebagai salah satu persyaratan pengajuan Short-term Student Visa (SSV).

5. Untuk akomodasi kamu ngga harus ambil akomodasi yang sudah disediakan oleh kampus, kamu bisa mengajukan izin tinggal di Wisma Merdeka milik KBRI di London dengan mengirim e-mail dan memenuhi persyaratan yang diminta oleh pihak wisma.

6. Setelah urusan pendaftaran dan pembayaran summer school selesai, kamu akan dapat tanggal pasti kapan kamu akan mulai dan selesai belajar di sana, dan tanggal-tanggal tersebut bisa kamu sebutkan sebagai durasi berapa lama kamu akan tinggal di Wisma Merdeka. Kamu juga bisa minta surat konfirmasi bahwa kamu akan tinggal di Wisma Merdeka selama kamu belajar karena surat tersebut adalah salah satu persyaratan untuk pengajuan visa yang dibutuhkan. 

7. Jangan lupa untuk bikin pass foto sesuai kebutuhan visa, bukti pemesanan penerbangan (pulang pergi) sebagai persyaratan pengajuan visa lainnya.

8. Apabila kamu memutuskan untuk tinggal agak lama setelah sekolah selesai (seperti akyuuuuh), beri bukti dalam bentuk dokumen cetak. Misalkan kamu mau nonton konser, yang harus kamu sertakan adalah screen capture jadwal artis yang kamu mau tonton itu manggung beserta tiketnya. Jika kamu pengin pergi ke Harry Potter Studio (seperti akyuuuuh), sertakan juga bukti e-mail bahwa kamu telah membeli tiket untuk atraksi tersebut. 

9. Setelah persyaratan lengkap, kamu tinggal tunggu jadwal interview dan pengambilan sidik jari di VFS UK di Kuningan City. Kamu bisa melakukannya sendiri, atau lewat Dwidaya Tour yang telah membantuku dalam pengajuan SSV ini. 

catatan: siswa summer school yang aku ambil nanti berasal dari berbagai kalangan; mahasiswa S1, mahasiswa S2 atau yang sudah lulus S1 seperti aku. Pada dasarnya summer school ini ditujukan untuk para profesional yang ingin belajar lebih dalam bidang yang diambil. Aku percaya, melalui kelas ini kamu bakal mendapat banyak teman dari berbagai negara yang bisa meningkatkan jaringan kamu dalam belajar maupun (mencari) kerja.

Di post berikutnya bakal aku tulis apa saja yang aku siapkan untuk pergi ke London. Dari isi koper sampai isi tas kamera (optional) :p

Ada pertanyaan? Silahkan bertanya lewat kolom komentar atau lewat twitter @nurinuriii ya :D
Wrote by Insidemonochrome









Kelas Inspirasi Jakarta 5 Kelompok 45

Meluangkan waktu sehari (baca: cuti kantor) untuk melakukan hal yang baru seperti menjadi inspirator di Kelas Inspirasi mungkin tidaklah mudah, bisa saja cuti para inspirator sudah disetujui oleh atasan, eeeeh tau-tau ada pekerjaan mendadak yang tidak bisa mereka tolak. Tapi hal itu tidak berlaku bagi para inspirator yang berprofesi sebagai pekerja lepas. 

Ini ketiga kalinya aku berpartisipasi dalam acara Kelas Inspirasi sebagai fotografer, dan seperti KI sebelum-sebelumnya, meskipun anak-anak membuat aku dan para inspirator lain kewalahan, kami menikmatinya. Setiap kelas mempunyai karakter murid-murid yang berbeda, hal itulah yang membuat kami memiliki cerita tersendiri di setiap kelas yang kami masuki. Memang, tugasku hanya mendokumentasikan acara, tapi ngga sedikit murid yang penasaran dengan pekerjaanku sebagai freelance fotografer.

Kelas Inspirasi Jakarta 5 Kelompok 45

Hampir semua relawan inspirator di kelompok 45 SDN 01 Pagi Malaka Sari, Jakarta Timur, adalah relawan yang pertama kali berpartisipasi di Kelas Inspirasi Jakarta 5. Deg-degan campur senang, karena mereka akan menjadi guru dalam sehari untuk anak-anak SD yang mereka temui di hari yang bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional itu. Perjuangan para relawan inspirator adalah bagaimana cara menjelaskan pekerjaan mereka sesederhana mungkin ke murid-murid kelas 1 hingga kelas 6 SD. Dan menurutku, cara belajar yang menarik dan tidak membosankan adalah dengan menggunakan metode bermain sambil belajar, karena sahabatku bilang, dengan acara itulah anak-anak hingga orang dewasa pun akan bisa belajar bahkan menghapal dengan cepat jika metode yang digunakan adalah dengan cara yang menyenangkan sehingga mudah untuk diingat.

Kelas Inspirasi Jakarta 5 Kelompok 45

Berhadapan dengan anak-anak SD untuk pertama kalinya tidaklah mudah. Mereka punya pola berpikir yang berbeda, mereka masih muda dan banyak hal yang belum mereka ketahui. Meskipun mereka masih muda, mereka tahu apa yang ingin mereka capai ketika besar nanti, bahasa mudahnya adalah: CITA-CITA. Waktu kecil, aku lupa ingin menjadi apa ketika sudah besar nanti. Jadi dokter? Ngga. Jadi Polisi? Ngga juga. Dan di sini lah aku sekarang, menulis pengalamanku tentang Kelas Inspirasi Jakarta 5 sebagai relawan fotografer. Menangkap momen teman-teman relawan sedang mengajar sangatlah menyenangkan, aku bisa melihat kegugupan dan ketegangan mereka ketika menjadi guru untuk sehari. Buatku, setiap orang punya sisi untuk menjadi guru. Entah menjadi guru di sekolah, atau di kehidupan sosial sehari-harinya.

Kelas Inspirasi Jakarta 5 Kelompok 45

Relawan. Rela. Ya, kami semua rela meluangkan waktu dan tenaga selama satu hari untuk memberi pengetahuan serta inspirasi kepada anak-anak penerus bangsa ini. Menjadi relawan inspirator juga menjadi ajang belajar. Belajar untuk menjadi pengajar, belajar bersabar serta belajar untuk "mengemong" murid-murid SD yang beragam sifat dan sikapnya. Ada yang patuh, ada juga yang bandel. Yang caper? Pasti ada juga. Apalagi ke relawan inspirator yang memiliki wajah cantik ataupun tampan *tsaaaaah*

Kelas Inspirasi Jakarta 5 Kelompok 45

Mungkin untuk para inspirator yang sudah memiliki anak, akan menganggap mengajar murid-murid SD yang mereka temui pertama kali sama saja menghadapi anak mereka. Tapi ternyata? Ngga khan? Hayoooo ngakuuuuu #Ngeselin. Karena murid-murid SD ini berasal dari latar belakang yang berbeda satu sama lain. Buatku, mereka memiliki rasa antusias untuk mengenal orang-orang baru saja sudah bagus, apalagi mengenal para guru selama satu hari ini. 

Aku bukan inspirator, tapi buatku, para relawan inspirator dan murid-murid SD ini adalah inspirasiku, untuk lebih membagi waktu dan tenaga kepada mereka yang membutuhkan dari berbagai macam hal. Entah itu ilmu yang tidak mereka diajarkan di sekolah, sampai keceriaan yang sekiranya patut dibagi bersama-sama. Perjalanan mereka masih panjang meskipun usia seorang manusia hanya Tuhan yang tahu. Tapi setidaknya, mengalami pengalaman yang langka ini patut kita ingat, bahwa masih ada orang-orang baik yang mau meluangkan waktu selama sehari untuk menjadi inspirasi bagi murid-murid SD ini. 

Tidak ada yang sia-sia di dunia ini, jadi anggap saja waktu dan pengetahuan yang kita bagi untuk mereka setidaknya memberikan wawasan tambahan agar mereka suatu hari nanti menjadi penerus bangsa yang membanggakan dan memberikan masa depan yang maju untuk negara Indonesia kita tercinta ini. Siapa tau, beberapa belas tahun kemudian salah satu dari murid-murid di bawah ini juga bisa memberi inspirasi kepada generasi berikutnya. 

Memang, banyak hal buruk yang terjadi di negara kita ini. Korupsi, kasus kriminal yang melimpah ruah, pendidikan yang kurang layak di sebagian besar daerah di Indonesia, tapi hey! Lihatlah senyum mereka di foto bawah ini. Penuh keceriaan dan kepolosan. Jadikanlah keceriaan mereka nantinya sebagai gambaran masa depan nanti. Hidup memang tidak selamanya indah dan berjalan mulus, tapi jika kita hadapi dengan optimis, hal baik pun bisa terjadi kapan saja dan di mana saja bukan? ;)

Kelas Inspirasi Jakarta 5 Kelompok 45


Wrote by Insidemonochrome
Hari raya Nyepi adalah salah satu hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap setahun sekali yang jatuh pada hari pertama Sasih Kedasa. Hari raya Nyepi dilakukan dalam rangka menyambut Tahun Baru Çaka. Dalam perayaan Nyepi dilakukan Penyucian Bhuana Agung dan Bhuana Alit untuk mewujudkan kesejahteraan, keseimbangan dan kebahagiaan lahir batin (jagadhita dan moksa), terbinanya kehidupan yang berlandaskan satyam (kebenaran), siwam (kesucian), dan sundaram (keharmonisan/keindahan).

Satu hari sebelum melaksanakan Tapa Brata Penyepian, dilaksanakan parade Ogoh-ogoh dengan serangkaian upacara Tawur Kesanga sebelumnya, yang merupakan sebuah ekspresi kreatif masyarakat Hindu di Bali, di dalam memaknai perayaan pergantian Tahun Caka. Masyarakat menciptakan Ogoh-ogoh sebagai lambang sifat-sifat negatif yang harus dilebur agar tidak menggangu kehidupan manusia. Ogoh-ogoh yang diciptakan kemudian dihaturkan sesaji natab caru pabiakalan sebuah ritual yang bermakna nyomia, mengembalikan sifat-sifat Bhuta Kala ke asalnya. Ritual tersebut dilanjutkan dengan parade Ogoh-Ogoh, seluruh lapisan masyarakat bersama-sama mengusung Ogoh-Ogoh mengelilingi jalan-jalan desa dan mengitari catus pata sebagai simbol siklus sakral perputaran waktu menuju ke pergantian Tahun Caka yang baru. Setelah ritual dan prosesi Ngerupuk tersebut Ogoh-Ogoh Bhuta Kala itupun dipralina, mengembalikan keasalnya dengan dilebur atau dibakar.

Terkait dengan upacara Tawur Kesanga dan ritual Ngerupuk tersebut, parade Ogoh-Ogoh mengandung dua makna yaitu mengekspresikan nilai-nilai religius dan ruang-waktu sakral berdasarkan sastra-sastra agama, dan merupakan karya kreatif yang disalurkan melalui ekspresi keindahan dan kebersamaan. Ogoh-ogoh yang merupakan simbol Butha Kala pertama kali dibuat pada tahun 1982 (sehari sebelum Tahun Baru Çaka 1904) di Desa Yehembang, Kecamatan MendoyoKabupaten Jembrana oleh Nyoman Mahardika dibantu oleh Ketut Wirata dan kawan-kawan. 

Parade Ogoh-ogoh adalah agenda rutin atau kegiatan rutin yang harus dilakukan menjelang perayaan hari raya Nyepi, tanpa adanya parade Ogoh-ogoh perayaan hari raya Nyepi terasa aneh.

Opening Festival

Mengingat peranan penting Ogoh-ogoh dalam perayaan hari raya Nyepi dan sebagai bentuk kreativitas remaja Hindu Bali dalam melestarikan adat, seni dan budaya, para panitia Festival Ogoh-ogoh di kawasan Mel Intaran Sanur tahun 2016 menyelenggarakan Parade Ogoh-ogoh yang bertajuk “Mel Ogoh-ogoh Festival I” yang dikemas dengan tampilan dan konsep baru yang diharapkan menjadi pengikat tali Persaudaraan antar Sekaa Teruna yang ada di wilayah Mel Intaran serta meningkatkan kreatifitas generasi muda di bidang seni dan budaya dengan diadakannya parade Ogoh-ogoh ini. Selain itu, melalui kegiatan ini, diharapkan mampu menarik perhatian wisatawan asing dan domestik untuk turut menyaksikan kegiatan ini, serta mampu menjadi icon tahunan unggulan di wilayah Denpasar, khususnya Sanur. 

The Ogoh-Ogoh

The Dancers

The Dancers with Fire

Pernah jadi fotografer konser ada untungnya juga, karena itu menjadikan aku terbiasa dengan keramaian dan kerusuhan yang ngga bisa diperkirakan kapan dan bagaimana akan terjadi. Aku memilih untuk memotret di bawah, karena lebih dekat dengan keramaian dan ogoh-ogoh yang akan lewat. Ukuran ogoh-ogoh yang dilombakan ada berbagai macam, saat dipamerkan ke juri-juri, para pengangkat ogoh-ogoh melakukan beberapa gerakan agar ogoh-ogoh yang mereka pemarkan terlihat dari berbagai sudut serta diuji kekokohannya. Sayangnya, ngga semua ogoh-ogoh bisa bertahan dengan sempurna karena ada beberapa yang roboh saat dilombakan. Saat para pengangkat ogoh-ogoh melakukan gerakan memutar, ngga sekali aku hampir terbentur ujung bambu yang menjadi penopang ogoh-ogoh yang besar dan berat itu. Kalo kena jidat ngga apa-apa deh, paling ujung-ujungnya benjol doank. Nah kalo kena kacamata atau kamera beserta lensanya? Kayaknya aku bakal nangis 3 hari 3 malem. 

The Fallen Ogoh-Ogoh

Di Festival Ogoh-Ogoh ini juga ngga lepas dari aksi tolak reklamasi Teluk Benoa yang masih ramai dibicarakan. Terlihat beberapa pemuda pengangkat ogoh-ogoh menuliskan "Tolak Reklamasi" di tubuhnya.

Tolak Reklamasi

Dan tahun ini adalah pertama kalinya buatku merayakan hari raya Nyepi di Bali bersama teman-teman di Sanur, dan juga mengalami Gerhana Matahari Sebagian. Mustahil buat melihat Gerhana Matahari Sebagian, tapi memotret Milkyway pertama kali dalam hidup di pantai Sanur? Ngga mustahil tuh :3

Milkyway in Sanur Beach

Wrote by Insidemonochrome
Newer Posts Older Posts Home

Nuri Arunbiarti Moeladi

Nuri Arunbiarti Moeladi
Please don't get envious just because I travel a lot. Music concert photographer and small part of @Salihara

Popular Posts

  • Tujuh Jam Di Udara dan Sydney Tanpa Kesedihan
    Kamis, 23 Februari. Saya dapat flight tengah malam untuk kesekian kalinya, berangkat dari rumah sekitar jam setengah 8 malam karena harus...
  • Panduan Singkat Untuk Travel Writer Bagian Fotografi
    Di bandara Sydney, saya menemukan toko buku Lonely Planet dan membeli buku Lonely Planet's Guide To Travel Writing. Setelah membaca beb...
  • Bervakansi Dalam Dinding Dia.Loe.Gue
    Baru beberapa menit setelah saya hadir di Dia.Loe.Gue, saya merasakan atmosfir ceria di dalamnya karena banyak anak - anak. Mereka bermain ...

Blog Archive

  • ►  2020 (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2019 (7)
    • ►  October (2)
    • ►  July (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2018 (17)
    • ►  December (4)
    • ►  October (2)
    • ►  August (3)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (10)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ▼  2016 (11)
    • ▼  November (3)
      • London: Menjadi Minoritas, Theresa May, dan Musisi...
      • Gorjes: Bukan Tempat Baru yang Bisa Membuatmu Gorjes.
      • London: Warner Brothers Harry Potter Studio (Bagia...
    • ►  October (1)
      • London: Warner Brothers Harry Potter Studio (Bagia...
    • ►  September (2)
      • London: Pasar dan Museum yang Berwarna dan Bikin K...
      • London: Beda Budaya? Ngga Masalah!
    • ►  August (1)
      • London Sejauh Ini: Presentasi dan Sosialisasi
    • ►  June (1)
      • Summer School di SOAS, SSV dan Catatan Kecilnya.
    • ►  May (1)
      • Ketika Menjadi Inspirator Sehari Tidaklah Cukup
    • ►  March (2)
      • #AmazingSanur: Kebaya Putih, Raksasa dan Milkyway ...
  • ►  2015 (6)
    • ►  October (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2014 (12)
    • ►  December (5)
    • ►  April (3)
    • ►  March (4)
  • ►  2013 (11)
    • ►  December (1)
    • ►  October (2)
    • ►  September (1)
    • ►  April (2)
    • ►  March (2)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2012 (13)
    • ►  December (4)
    • ►  November (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  February (3)

Categories

Traveling Photos Photography Photowalk Volunteer Article Friendship Music Love Life Review Beauty Fashion hair make up salon

FOLLOW MY @INSTAGRAM

Copyright © 2016 Inside Monochrome Revamp by SiMunGiL Designed by SiMunGiL